Leigh Richmond Roose akan dikenang sebagai kiper yang telah mengubah cara main seorang kiper. Hingga tahun 1912, ia sering memantulkan bola hingga tengah lapangan untuk memulai serangan. Peraturan saat itu memang mengizinkan seorang kiper “menyentuh” bola di separuh lapangan sendiri, asal tidak “membawa”-nya.
Banyak pemain lawan merasa gusar karena menganggap Roose bermain curang. FA pun mendengar keluhan ini. Musim panas 1912 menjadi momen pertama saat kiper dibatasi hanya boleh menyentuh bola di kotak penalti sendiri.
Perubahan drastis sebuah aturan bagi seorang kiper praktis tak pernah terjadi lagi sejak 1992. Kala itu, bersamaan dengan diluncurkannya Premier League, para kiper diwajibkan mengikuti aturan baru yang akan mengubah hidup mereka. Aturan backpass mulai diterapkan. Seorang kiper tak boleh menyentuh bola dengan tangan bila menerima umpan dari rekan setim.
Perkembangan bagaimana kiper bermain telah berjalan hingga sedemikian rupa. Perkembangan tersebut mencapai “level baru” saat Ederson membodohi Troy Deeny dengan no-look pass ke Vincent Kompany. Kolomnis sepak bola Inggris, bahkan menyebut Ederson dengan “seorang gelandang yang bersarung tangan”.
Seorang kiper, meski mengenakan seragam yang berbeda dengan rekan setimnya, kini benar-benar harus terlibat dalam permainan tim. Sudah menjadi bagian dari strategi bertahan tiap tim untuk mempunyai kiper yang nyaman menjaga area luas di belakang barisan bek.
Salah satu instruksi Johan Cruyff bagi kipernya adalah, mereka harus mencari ruang dari posisi paling ujung, lalu terus berteriak memberi arahan, lantas melakukan penyelamatan kalau diperlukan.
Itulah mengapa Pep Guardiola merasa perlu mengganti Joe Hart saat tiba di Manchester City. Hart jelas tak cukup bagus saat kakinya sedang memegang bola. Seorang kiper, bagi Guardiola, harus pandai melakukan penyelamatan dan lihai mengumpan.
Ederson mampu melakukannya. Entah siapa kiper pengumpan terbaik Premier League musim ini, Kepa, Ederson, atau Alisson. Tapi yang jelas, mereka bertiga adalah generasi baru para kiper yang sanggup mengumpan, menginisiasi serangan, dan mengatur tempo dari belakang.
Ederson tumbuh dengan mengidolakan Rogerio Ceni, yang merupakan kiper dengan kaki terbaik di dunia berhubung ia telah mencetak 131 gol di sepanjang kariernya. Sejak di tim U-13 Sao Paulo, tim pelatih sudah terkesima dengan presisi umpan Ederson ketika mendapatkan bola.
Lalu pada usia 16, ia terbang ke Benfica. Setelah menjalani masa peminjaman di Ribeirao dan Rio Ave, ia kemudian masuk tim utama. Di tim senior Benfica, ia bersaing dengan kiper senior Julio Cesar dan mulai mendapat perhatian dari Guardiola. City lalu memenuhi permintaan Guardiola untuk merekrut Ederson pada 2017.
Sejak bergabung dengan City dengan berstatus kiper termahal Liga Inggris saat itu, Ederson membungkam satu per satu kritik. Ia bisa tampil apik sebagai penjaga gawang yang melakukan berbagai penyelamatan, sekaligus menunjukkan kenyamanannya kala menguasai bola.
Satu hal yang istimewa dari Ederson adalah umpan lambungnya yang juga akurat. Jadi, banyak lawan City yang keteteran karena telah mem-pressing Ederson ketika sedang memegang bola karena dirinya mampu mengumpan jauh dengan akurasi yang cukup tinggi.
Ederson beruntung pernah bermain futsal dan menjajal posisi bek kiri. Dua pengalaman tersebut berkontribusi besar dalam membuat bola lengket di kaki kirinya. Tren bahwa seorang kiper harus bisa bermain dengan kaki tampaknya akan semaki populer di masa mendatang.
Sejak perubahan peraturan pada 1912, lalu pada 1992, seorang kiper memang terus berubah. Kini, sepak bola telah mencapai titik ketika seorang kiper sama bernilainya dengan gelandang. Sepak bola kini dimainkan oleh 11 pemain outfield, satu di antaranya boleh menggunakan tangan.