Derby del Sole: Simbol Keretakan Dua Kawan Lama

spot_img

Sepak bola Italia menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Kekuatan sepak bola di Negeri Pizza itu sudah dikenal banyak orang bahkan bisa dibilang sudah sangat mendunia.

Sebut saja nama-nama seperti Zoff, Paolo Rossi, Roberto Baggio, hingga Paolo Maldini dan Gianluigi Buffon. Mereka merupakan segelintir dari deretan legenda yang dimiliki oleh Gli Azzuri.

Tak hanya soal pemain, klub yang menjadi kontestan sepak bola Italia pun sama tajamnya. Mulai dari pemain hingga sejarah yang luar biasa, klub-klub di Italia memiliki kekuatan besar untuk bersaing dengan klub Eropa lainnya.

Bicara tentang klub-klub Italia, semua orang pasti tahu nama Juventus, AC Milan, Inter Milan, AS Roma, hingga Napoli. Mereka memiliki sejarah dan ceritanya masing-masing.

Sama seperti dikebanyakan negara lainnya, di Italia juga terdapat partai panas yang biasa disebut dengan derby. Ambil saja derby d’Italia, derby della capitale, derby della madonnina, hingga persaingan ketat antara AS Roma dan Napoli yang akrab disebut dengan derby del sole.

Meski derby sel sole tak begitu memiliki pamor diantara derby-derby lainnya. Perlu diketahui bahwa derby ini memiliki sejarah kelam yang menarik untuk dibahas.

Derby del sole sendiri berarti derby matahari. Jika kebanyakan derby merupakan penanda rivalitas yang telah berlangsung puluhan tahun, maka Derby del Sole yang pertama kali diadakan pada 1929 tersebut pada awalnya adalah simbol keharmonisan.

Roma dan Napoli merupakan dua kesebelasan sepakbola yang mewakili dua kota historis yang saling terkait. Keharmonisan kedua klub terjadi karena adanya keterkaitan aliansi Katolik antara Kepausan dengan kerajaan Sisilia yang membuat kedua masyarakat saling menghormati.

Bahkan keduanya sering dijadikan simbol perlawanan dari Italia bagian selatan kepada Italia bagian utara.

Seperti diketahui, kawasan utara yang diwakili kota-kota seperti Milan dan Turin, kerap disebut sebagai wajah sesungguhnya Negeri Spaghetti di mata dunia. Hal ini disebabkan oleh kultur masyarakat di utara yang lekat dengan orang-orang ‘bernilai tinggi’.

Hal itulah yang pada akhirnya menjadi penyebab kecemburuan kawasan selatan terhadap kawasan utara.

Di kancah sepak bola sendiri, tim-tim kuat yang berasal dari Italia bagian utara seperti AC Milan, Internazionale Milano, dan Juventus, memiliki histori yang lebih mentereng dibandingkan dengan tim-tim yang berasal dari bagian selatan seperti AS Roma dan Napoli.

Bahkan suatu ketika Napoli sempat melontarkan keinginan untuk merger dengan Roma sebagai cara untuk mengimbangi dominasi kesebelasan yang berasal dari utara. Akan tetapi kedua kesebelasan tetap berdiri masing-masing dan selalu gagal menjadi yang terbaik.

Sementara itu, nama Derby del Sole mulai dibuat secara khusus sejak pertemuan antara Roma dan Napoli tahun 70-an dan 80-an, ketika kedua suporter masing-masing kesebelasan masih harmonis karena perlawanan kepada kesebelasan Utara.

Setiap pertemuan yang melibatkan kedua kesebelasan juga selalu didahului prosesi pertukaran bendera, baik saat berlaga di Stadion Olimpico maupun Stadion San Paolo.

Hingga pada akhirnya pada pertengahan 1980an, Roma dan Napoli mulai retak secara perlahan. Kedatangan Maradona di kubu Napoli seolah membuat iri para pendukung Roma.

Jelas saja, Maradona yang saat itu menjadi ikon sepak bola sukses memberikan perubahan besar terhadap Napoli. Hal ini menyebabkan partai-partai kandang I Partenopei di Stadion San Paolo selalu penuh sesak.

Dilanjutkan pada musim 1986/87 ketika pendukung Roma bertandang ke markas Napoli. Para pendukung Roma seakan dipaksa pindah dari tempat yang biasa mereka gunakan dulu, yaitu di tribun atas, karena sesaknya stadion San Paolo.

Dengan terpaksa, mereka pun pindah ke tribun bawah.

Saat para tifosi Roma mencoba untuk mengambil tempatnya lagi, para pendukung Napoli justru merasa terganggu. Hal ini sempat menyebabkan adu pukul.

Seakan keharmonisannya tergerus waktu, tepat pada musim 1987/88 ketika Napoli dan Roma tengah berburu gelar scudetto bersama Milan di papan atas Serie-A dengan laga Roma versus Napoli di Olimpico pada 25 oktober 1987, ada hal yang menyebabkan kedua tifosi itu bersitegang.

Para pendukung Napoli dibuat marah oleh keputusan wasit yang memberikan kartu merah kepada dua pemain Napoli, yaitu bek Alessandro Renica dan penyerang berkebangsaan Brasil Careca. Apalagi Napoli juga dalam keadaan tertinggal 1-0 melalui gol Roberto Pruzzo pada menit ke-46.

Namun, pertandingan berakhir imbang setelah Francini berhasil menyarangkan bola ke jala Roma.

Sejak saat itu ketegangan diantara kedua suporter Roma dan Napoli semakin memanas. Bentrokan kedua suporter pun digambarkan di salah satu film layar lebar berjudul All cops are bastard.

Kebencian para suporter Roma pun pernah dilampiaskan melalui nyanyian Vesuvius sebagai lagu anti Napoletano.

Hingga sebuah insiden yang baru terjadi tahun 2014 silam, salah seorang tifosi Napoli, Ciro Esposito, harus meregang nyawa akibat ditembak oleh seorang tifosi Roma, Daniele De Santis. Karena perbuatannya itu, De Santis mendapat hukuman penjara selama 26 tahun.

Berawal dari sebuah persahabatan, kedua kubu, Napoli dan Roma, masuk kedalam jurang kebencian yang selalu menimbulkan tensi tinggi di setiap pertemuannya.

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru