Cerita Apesnya Liverpool, Juara Tengah Musim tapi Selalu Gagal di Akhir

spot_img

April 2014 di Anfield, tak pernah terbayangkan jika peristiwa terpelesetnya Steven Gerrard di laga melawan Chelsea berakibat fatal bagi perburuan gelar Liga Inggris The Reds. Padahal ketika itu Liverpool berpeluang besar jadi kampiun setelah sebelumnya pemuncak di paruh musim.

Bak kena kutukan, sering sekali tim asal Merseyside ini terjungkal di akhir musim setelah memuncaki klasemen di paruh musim. Mereka sempat berhasil memutus kutukan tersebut ketika jadi juara Liga Inggris musim 2019/20. Namun entah mengapa, mereka gagal lagi jadi juara di musim 2020/21.

Musim 1996/97

Skuad Liverpool musim 1996/9 mumpuni dengan pemain bintang seperti Steve Mcmanaman, Stan Collymore, maupun Robbie Fowler. Di bawah asuhan pelatih asal Inggris, Roy Evans, The Reds pun tampil mengesankan di paruh musim pertama.

Liverpool memimpin puncak klasemen sebelum tahun baru 1997. Namun kekalahan dari Chelsea di awal Januari 1997 jadi petaka. Peringkat mereka seketika melorot, dan mental skuad mulai terganggu.

Apalagi mereka juga diganggu dengan budaya “Spice Boys” yang melanda para pemainnya. FYI aja, Spice Boys adalah julukan yang diberikan media-media Inggris bagi “geng” pemain Liverpool yang sering bergaya glamor di luar lapangan. Geng tersebut di antaranya Jamie Redknapp, Robbie Fowler, maupun Steve Mcmanaman.

Julukan Spice Boys tersebut mulai digaungkan lagi di musim tersebut karena top skor Liverpool, Robbie Fowler digosipkan dekat dengan anggota grup “Spice Girl”, Emma Bunton. Gosip yang terus berseliweran tersebut sempat membuat para punggawa Liverpool terganggu dan merasa frustrasi.

Hal itu nyatanya berdampak pada performa skuad Liverpool. Mereka kalah di Anfield melawan Coventry dan MU di paruh musim kedua. Pemain seperti Fowler yang jadi sumber gol seketika mandul.

Inkonsistensi Liverpool tersebut mampu dimanfaatkan oleh MU asuhan Fergie. Red Devils akhirnya menjadi juara Liga Inggris musim tersebut. Malang bagi Liverpool, di akhir musim performanya tak karuan. Kalah melawan Wimbledon dan seri melawan Sheffield Wednesday, menjadikan mereka harus puas finish di posisi 4 Liga Inggris.

Musim 2008/09

Liverpool musim 2008/09 yang masih diarsiteki oleh Rafael Benitez dengan pemain seperti Dirk Kuyt maupun Fernando Torres, sempat dijagokan jadi juara. Pasalnya di paruh musim pertama, The Reds hanya kalah sekali dan berhasil dinobatkan sebagai juara paruh musim. Namun juara paruh musim Liverpool tersebut dinodai dengan hasil konyol yang terjadi di awal tahun 2009.

Menghadapi tim-tim medioker seperti Stoke City, Everton, dan Wigan, Gerrard dan kawan-kawan hanya meraih hasil seri tiga kali beruntun. Anehnya, pelatih Rafael Benitez malah menyebut hasil seri tersebut adalah sebuah hal yang biasa. Menurut pelatih asal Spanyol tersebut “Tak apa seri, yang penting tidak kalah.”

Namun yang harus disadari kehilangan poin tersebut dapat dimanfaatkan rivalnya, MU. Posisi puncak klasemen pun berhasil dikudeta oleh Setan Merah ketika Liverpool malah hobi seri.

Perkataan Benitez tentang tak apa seri, yang penting jangan kalah memang terbukti dari hasil Liverpool yang hanya kalah dua kali saja selama semusim. Hasil tersebut bahkan lebih baik dari MU yang kalah empat kali musim itu.

Terlalu banyak hasil seri yakni 11 kali ternyata membuat MU akhirnya jadi juara Liga Inggris. Pasukan Fergie lebih sering menang dan hanya peroleh enam kali seri. Apa boleh buat, Gerrard dan kawan-kawan harus puas finis di posisi runner up dengan selisih empat poin dari MU.

Musim 2013/14

Liverpool mengawali musim 2013/14 dengan meyakinkan di bawah asuhan Brendan Rodgers. Mereka raup tiga poin di tiga laga awal Liga Inggris dengan clean sheet. Racikan lini depan Rodgers seperti Luis Suarez, Sturridge, Sterling, hingga Coutinho, terbukti mampu mendulang banyak gol musim itu.

Hal itu dibuktikan dengan rekor gol mereka di akhir musim yang berjumlah 101 gol, atau secara rata-rata persentase 2,66 gol per laga. The Reds sering menang besar dengan selisih lima atau empat gol di paruh musim pertama. Hasil positif tersebut membuat Bango tampil sebagai juara paruh musim.

Namun kelebihan Liverpool tersebut tak cukup untuk membawa mahkota Liga Inggris di akhir musim. Penyebabnya tak lain adalah terjungkalnya mereka di tiga laga akhir musim. Kalah 0-2 atas Chelsea di Anfield, serta hasil imbang 3-3 di Selhurst Park lawan Crystal Palace, membuat posisi puncak klasemen Liga Inggris dikudeta oleh Manchester City.

Terpelesetnya Steven Gerrard di laga melawan Chelsea kemudian jadi bahan bullyan. Sang Hokage dianggap jadi biang kerok kegagalan Liverpool meraih gelar. Dalam autobiografinya My Story, Gerrard mengatakan bahwa ia sampai menangis tanpa berhenti di sela-sela perjalanan pulang dari laga melawan Chelsea tersebut. Liverpool akhirnya harus merelakan gelar kepada klubnya Sheikh Mansour di akhir musim dengan selisih hanya dua poin saja.

Musim 2018/19

Musim 2018/19 bisa jadi musim yang menggembirakan bagi fans Liverpool, karena di akhir musim mereka mendapatkan kembali gelar Liga Champions. Namun di level domestik, penantian 29 tahun juara Liga Inggris masih dinanti.

Di awal musim, Liverpool asuhan Klopp sebenarnya sudah tancap gas. The Reds jadi juara paruh musim dengan tak terkalahkan dari 20 laga, dan hanya seri tiga kali saja. Akan tetapi peristiwa di Etihad 3 Januari 2019, menyimpan cerita tersendiri bagi mereka.

Tanggal tersebut mungkin jadi yang paling diingat fans Liverpool karena mereka terjungkal untuk pertama kalinya dan satu-satunya di musim tersebut. Gol Leroy Sane membuat City asuhan Pep Guardiola mengalahkan Liverpool dengan skor 2-1.

Kekalahan itu bukan satu-satunya penyebab Liverpool gagal juara. Melainkan hasil seri Liverpool di musim tersebut. Liverpool setelah kekalahan atas City, mentalnya menurun. Mereka sering deadlock mencetak gol dan akhirnya raih hasil seri. Seperti kala melawan West Ham, Leicester, maupun rival abadi mereka MU dan Everton.

Total The Reds raih hasil seri sebanyak 7 kali musim tersebut. Berbeda dengan City, setelah kalah atas Newcastle di Februari 2019, mereka hingga akhir musim sapu bersih 14 kali kemenangan.

Apa boleh buat, Liverpool yang mengumpulkan poin 97 di akhir musim hanya melongo melihat Manchester City juara Liga Inggris. Dilansir Brfootball, Klopp sempat mengatakan jika mau juara nampaknya Liverpool musim itu harus kumpulkan 100 poin lebih. Klopp tampak heran dan kesal saat klubnya yang hanya kalah sekali, harus merelakan gelar juara kepada tim yang sudah kalah empat kali musim tersebut.

Musim 2020/21

Liga Inggris musim 2020/21 adalah ujian bagi Liverpool yang di musim sebelumnya menjadi juara. Sebagai juara bertahan, Jurgen Klopp sangat ingin anak asuhnya mempertahankan gelar tersebut.

Menjalani paruh musim pertama, Mohammed Salah dan kawan-kawan masih memimpin puncak klasemen Liga Inggris hingga akhir tahun 2020. Namun, malapetaka Liverpool menghampiri di paruh musim kedua. Mereka dilanda inkonsistensi berkat lini pertahanan mereka krisis. Pilar mereka, Van Dijk mengalami cedera parah dan harus absen lama. Begitu juga dengan Matip dan Joe Gomez.

Fans Liverpool pasti masih ingat ketika manajemen mereka melakukan panic buying di posisi bek tengah. Ketika itu bek yang direkrut hanyalah Ozan Kabak dan Ben Davies. Dua pemain yang diragukan kapasitasnya menggalang lini pertahanan Liverpool. Sampai-sampai Jordan Henderson sempat jadi bek tengah.

Benar saja, selama bulan Februari 2021 pertahanan Liverpool rapuh dan kalah empat kali beruntun atas Brighton, City, Leicester, dan Everton. Liverpool bahkan kebobolan 10 gol dalam empat laga tersebut.

Dilansir Goal, setelah kekacauan itu, Klopp mengaku bahwa Liverpool akan keluar dari perburuan gelar. Apalagi setelah menelan empat kekalahan beruntun tersebut, Liverpool melorot ke posisi enam. Untungnya di akhir musim Klopp berhasil mengembalikan muka The Reds dengan finis di peringkat tiga.

Sumber Referensi : thisisanfield, liverpoolecho, goal.com, bleacherreport, theguardian, goal.com, bleacherreport

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru