Boubacar “Copa” Barry: Kiper Buangan, Penyelamat Pantai Gading di Piala Afrika 2015

spot_img

Tahun 2024 adalah tahunnya Piala Afrika. Di edisi kali ini, Pantai Gading didapuk jadi tuan rumah ajang dua tahunan tersebut. Keputusan itu diambil pasca diskusi tiga arah antara Presiden CAF, Ahmad Ahmad; Presiden Pantai Gading Alassane Ouattara; dan Federasi Sepak Bola Pantai Gading pada tahun 2019 lalu.

Pemilik dua gelar Piala Afrika punya rangkaian memori indah di turnamen antar negara paling beken di Afrika ini. Salah satunya pada tahun 2015 kala mereka berhasil menggondol trofi Piala Afrika untuk kedua kalinya. Untuk menjuarainya, The Elephant harus melalui drama panjang adu penalti.

Dalam kemenangan ini, mungkin yang lebih tersorot adalah Yaya Toure dan Kolo Toure. Mereka dinilai sukses mengantarkan Pantai Gading menjuarai Piala Afrika 2015. Namun, di balik nama besar itu ada sosok kiper cadangan bernama Boubacar “Copa” yang jadi juruselamat Pantai Gading di laga final. Lantas, bagaimana bisa seorang kiper cadangan jadi pahlawan?

Boubacar “Copa” Barry

Pemain yang memiliki nama asli sebagai Boubacar Barry itu memang dikenal sebagai penjaga gawang kedua di ajang Piala Afrika 2015. Namun, itu bukan karena usianya yang masih muda. Melainkan Boubacar dirasa sudah kelewat matang di tim nasional Pantai Gading.

Ya, Boubacar Barry atau yang lebih dikenal sebagai Boubacar “Copa” bukan anak kemarin sore di Timnas Pantai Gading. Boubacar sudah kenyang asam garam dunia persepakbolaan. Sebelum kembali dipanggil timnas untuk jadi kiper cadangan di Piala Afrika 2015, Boubacar sudah dikenal oleh publik Pantai Gading sejak awal 2000-an.

Menurut sejarahnya, Boubacar udah debut bersama Timnas senior Pantai Gading pada Juni 2000. Saat itu, ia tampil saat Pantai Gading menghadapi Tunisia di ajang Kualifikasi Piala Dunia 2002. Namun, setelah gagal membawa Pantai Gading ke Korea Selatan, Boubacar bukan jadi pilihan utama Timnas Pantai Gading.

Sempat lama absen, Boubacar mulai jadi langganan Timnas Pantai Gading sejak tahun 2006. Piala Dunia 2006 jadi turnamen akbar pertamanya. Boubacar bahkan telah mengantongi 86 caps di tim nasional di sepanjang karirnya. Sementara di level klub, Boubacar tergolong pemain Afrika yang sukses di tanah rantau. 

Sebagai pemain yang berasal dari Benua Hitam, Boubacar pernah berkiprah di Liga Prancis bersama Rennes dan lama menetap di Liga Belgia. Bahkan, Boubacar tercatat pernah membela tiga klub berbeda di Belgia. Salah satunya KSC Lokeren di mana ia meraih dua gelar Piala Belgia bersama klub tersebut.

Andalan di Kualifikasi Piala Afrika 2015

Karir internasional Boubacar Barry mulai menurun ketika Pantai Gading ditukangi Herve Renard. Pelatih asal Prancis itu ditunjuk sebagai pelatih usai Les Elephant gagal di Piala Dunia 2014.

Pergantian pelatih awalnya tak mempengaruhi posisi Boubacar di skuad utama. Sang pelatih masih mengandalkan Boubacar untuk Kualifikasi Piala Afrika tahun 2015. Di babak kualifikasi, empat dari enam pertandingan awal, Boubacar masih jadi andalan di bawah mistar The Elephants.

Namun, performa Boubacar dinilai tak memenuhi standar Renard. Dari empat pertandingan, Boubacar kebobolan sepuluh gol. Boubacar bahkan kebobolan empat gol dari Republik Demokratis Kongo, negara yang kekuatan sepak bolanya jauh di bawah Pantai Gading. Catatan minor itu langsung jadi sorotan media dan dijadikan bahan evaluasi oleh Herve Renard.

Namun, dengan alasan pengalaman, Renard masih memberi Boubacar kesempatan. Tapi satu yang harus dipahami oleh Boubacar. Perannya di putaran final Piala Afrika akan sedikit berbeda. Herve tak bisa menjamin menit bermainnya. Boubacar harus legowo kalau pada akhirnya ia cuma jadi mentor bagi penjaga gawang yang lebih muda. Boubacar pun menyanggupi. Apa pun demi Pantai Gading, pikirnya.

Sebetulnya ini bukan jadi hal yang mengherankan jika Herve Renard melengserkan Boubacar dari posisi penjaga gawang utama Timnas Pantai Gading. Toh, saat itu usia sang pemain sudah menginjak 35 tahun. Itu usia yang cukup uzur bagi seorang pesepakbola. 

Barangkali soal pengalaman Boubacar jadi salah satu yang terbaik. Namun kalau bicara konsistensi dan stamina, Boubacar sudah tak berada di level terbaik. Sudah saatnya Pantai Gading mengandalkan penjaga gawang yang lebih segar untuk menjadi palang pintu terakhir tim nasional.

Terpinggirkan

Meski pada akhirnya Boubacar Barry tetap masuk di skuad Pantai Gading yang diterbangkan ke Guinea Khatulistiwa, penjaga gawang yang lebih muda, yakni Sylvain Gbohouo akan jadi pilihan utama Renard. Masih berusia 25 tahun, Sylvain digadang-gadang bakal jadi masa depan Pantai Gading.

Pantai Gading asuhan Renard bisa dibilang menampilkan performa apik di penyisihan grup Piala Afrika 2015. Bergabung dengan Mali, Guinea, dan Kamerun di Grup D, Pantai Gading tak terkalahkan. Mengantongi dua hasil imbang melawan Guinea dan Mali serta satu kemenangan melawan Kamerun.

Dengan torehan lima poin, Les Elephants lolos ke fase gugur Piala Afrika 2015 sebagai juara Grup D. Melangkah ke perempat final, Pantai Gading sudah ditunggu oleh Aljazair. Berisikan pemain-pemain macam Riyad Mahrez, Sofiane Feghouli Faouzi Ghoulam, dan Nabil Bentaleb, Aljazair bukan lawan yang berarti bagi Les Elephants. Skuad asuhan Herve Renard mengakhiri laga dengan skor 3-1. 

Di saat rekan-rekan merayakan pencapaian ini, Boubacar hanya bisa berdiri dengan canggung di pinggir lapangan. Ada perasaan yang tak biasa di benak pria yang kini berusia 44 tahun itu. Negaranya memang mencapai semifinal, tapi Boubacar merasa tak layak untuk ikut merayakan keberhasilan teman-temannya karena tak memberikan sumbangsih apapun.

Mempengaruhi Mental sang Ibu

Ternyata perasaan aneh yang mengganjal di hatinya juga dirasakan oleh ibunda yang senantiasa menonton pertandingan dari televisi. Sang ibunda merasa aneh karena tak biasanya melihat pertandingan tim nasional Pantai Gading dengan perasaan menunggu. Menunggu kapan anaknya dimainkan.

Mental ibunya sedikit terganggu. Setelah semua tetes keringat yang mengucur dari dagu Boubacar, tak mudah bagi ibunya saat mengetahui kalau anaknya sudah tak lagi dipakai tim nasional. Boubacar bahkan menggambarkan situasi yang dialami ibunya itu sebagai sebuah penderitaan baginya. Belum lagi ibunya terus mendengar berita buruk tentangnya.

Boubacar yang hanya jadi cadangan terus dibicarakan oleh media Afrika. Mereka terus mengkritik serta mengatasnamakan kegagalan di Piala Afrika 2012 dan performa buruknya saat melawan Kongo sebagai alasan Boubacar dilengserkan dari posisi kiper utama. Di sepanjang kompetisi, ia tertekan. Ia tak mau melihat ibunya terus bersedih karena melihat anaknya terus digempur oleh isu-isu tak baik.

Momen yang Dinanti!

Di babak semifinal, Pantai Gading kembali menghadapi Republik Demokratik Kongo. Tim yang telah membuat nama baik Boubacar hancur di hadapan Herve Renard dan sebagian besar masyarakat Pantai Gading. Mendengar lawan berikutnya adalah Kongo, Boubacar terlihat bersemangat.

Ia sangat ingin bermain di laga tersebut. Ia berpikir kalau bisa bermain bagus, mungkin nama baiknya bisa kembali bersih. Namun, sang pelatih tak ingin mengambil banyak resiko. Sylvain Gbohouo tetap jadi pilihan utama di laga tersebut. Boubacar pun mengurungkan niatnya untuk bermain.

Meski sempat mengalami kekalahan 3-4 di babak kualifikasi, Pantai Gading berhasil meredam kejutan yang dibawa Kongo. Selepas pengadil lapangan, Sidi Alioum meniup peluit panjang skor 3-1 untuk kemenangan Pantai Gading pun terpampang di papan skor. Sayangnya, kemenangan ini harus dibayar mahal oleh cederanya Sylvain.

Kehilangan Sylvain di laga final bak dua mata pisau bagi Boubacar. Ia tak mengira kalau laga debutnya di Piala Afrika 2015 akan hadir di momen-momen sakral seperti ini. Jika begini, laga melawan Ghana bukan hanya jadi laga pamungkas bagi Pantai Gading. Melainkan bakal jadi laga hidup dan mati bagi dirinya. 

Jika tampil apik, maka nama baiknya mungkin bisa dibersihkan. Tapi jika kembali gagal, karir internasionalnya bersama Pantai Gading tamat.

Dihantui Kegagalan di Masa Lalu

Sebagai pria sejati, Boubacar pun mengambil kesempatan ini. Berbekal dendam pribadi dan motivasi penuh dari keluarganya, Boubacar melangkah keluar dari tunnel Estadio de Bata dengan kepala tegak. Menit tiap menit dilalui Boubacar dengan penuh kehati-hatian. Ia enggan kembali melakukan kesalahan fatal yang merugikan tim.

Jual beli serangan pun terjadi di laga tersebut. Namun, tak ada satu pun dari kedua tim yang berhasil menjebol gawang lawan. Setelah 120 menit berjalan, laga berakhir dengan skor kacamata. Situasi ini membuat detak jantung Boubacar berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia sangat menghindari adu penalti karena hal itulah yang membuat dirinya gagal membawa Pantai Gading gagal menjuarai Piala Afrika tahun 2012.

Kala itu, Pantai Gading juga menembus partai final dan harus menghadapi Zambia. Sebetulnya, Pantai Gading dijagokan untuk keluar sebagai juara. Namun, penampilan pantang menyerah yang diperlihatkan Zambia telah mengejutkan Les Elephants. Zambia berhasil mengalahkan Pantai Gading melalui skema adu penalti. 

Setelah penendang kedelapan Zambia dan Pantai Gading sama-sama gagal, pemenang harus ditentukan di penendang kesembilan. Boubacar Barry yang kala itu jadi penjaga gawang Pantai Gading ditipu habis-habisan oleh penendang kesembilan Zambia, Stoppila Sunzu.

Jadi, ketika harus kembali menghadapi babak adu penalti di final Piala Afrika 2015 wisata masa lalu pun terjadi. Cuplikan-cuplikan dari kenangan buruk itu seakan terputar kembali di kepala Boubacar. Ia takut. Ia tak mau hal yang sama kembali menghancurkan harapan ribuan masyarakat Pantai Gading yang sudah datang ke stadion Bata.

Happy Ending

Ketakutan Boubacar kian menjadi ketika Wakaso Mubarak dan Jordan Ayew dari Ghana berhasil membawa Ghana unggul 2-0. Merasa di atas angin, bangku cadangan The Black Star pun bersorak kegirangan. Mereka merasa dua kegagalan penendang Pantai Gading akan memastikan langkah mereka untuk menjuarai Piala Afrika 2015.

Penendang penalti ketiga Ghana adalah Afriyie Acquah. Pemain yang kini berusia 31 tahun itu mencoba menjadi pahlawan bagi negaranya. Pahlawan itu benar-benar muncul, tapi bukan Acquah, melainkan Boubacar Barry. Ya, sepakan Acquah berhasil dimentahkan oleh sang penjaga gawang. 

Kepercayaan pemain Ghana kian luntur setelah penendang keempat justru melebar dari gawang Boubacar. Melihat situasi ini, Boubacar berusaha menyemangati rekan-rekannya. Keadaan berbalik saat Serge Aurier dan Seydou Doumbia berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik. Skor jadi sama kuat 2-2.

Setelah eksekusi Doumbia, di pinggir lapangan, Boubacar tiba-tiba tergeletak. Dirinya mengalami kram pada kakinya sehingga petugas medis bergegas menolongnya. Setelah mendapat perawatan, ia pun kembali berdiri dan melanjutkan tugasnya untuk mengawal gawang Pantai Gading di babak adu penalti tersebut.

Singkat cerita, para penendang dari kedua tim sama-sama berhasil menunaikan tugasnya. Sampailah pada momen penentuan. Masing-masing kiper mendapatkan giliran mengeksekusi penalti. Kiper Ghana, Razak Braimah, lebih dulu mengambil tendangan. Dari sinilah, kepahlawanan Boubacar kembali dipuja. Ia menahan tendangan Razak yang mengarah ke sisi kiri.

Estadio de Bata pun bergemuruh! Nafas Boubacar pun mulai sesak. Rasa gugup jadi faktor utamanya. Barulah Barry benar-benar menjadi seorang pahlawan ketika eksekusinya berhasil merobek jala Razak. Tendangan ini pula yang memastikan negaranya menjadi juara Piala Afrika 2015.

Kiper berpostur 180 cm itu, langsung berlari ke arah penonton seolah melupakan beban yang dipikulnya selama pertandingan. Akhirnya Boubacar Barry bisa menebus dosanya pada Pantai Gading. Gelar Piala Afrika 2015 jadi gelar pertama dan satu-satunya Boubacar bersama Les Elephants. 

From zero, to hero. Mungkin pepatah itu yang pas untuk menggambarkan situasi Boubacar. Ketika dirinya pulang ke Pantai Gading, ia disambut bak seorang prajurit yang baru kembali dari medan perang. Puas dengan pencapaiannya itu, Boubacar “Copa” Barry pun memutuskan pensiun dari tim nasional di tahun yang sama.

Sumber: Daily Post, BBC, African Football, Eurosport

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru