Bima Sakti, Luis Milla, dan PSSI: Siapa yang Patut Disalahkan?

spot_img

Indonesia menelan kekalahan keduanya di Piala AFF 2018 setelah menjalani tiga pertandingan. Kekalahan 4-2 dari juara bertahan Thailand tersebut membuat posisi tim Garuda terjepit, dan hanya meninggalkan cukup tipis peluang untuk lolos ke fase semifinal. Namun, siapakah yang patut disalahkan atas kegagalan ini?

Bima Sakti, mantan kapten timnas semasa bermain dan pernah menjadi asisten pelatih Luis Milla, diberikan kepercayaan untuk memimpin Indonesia di Piala AFF 2018 kurang dari sebulan sebelum turnamen dimulai. Penunjukannya dinilai “mendadak” dan “tak direncanakan dengan baik” setelah Luis Milla tak kembali ke Indonesia seusai hajatan Asian Games 2018.

Milla, yang pernah bermain bagi Real Madrid dan Barcelona, diumumkan akan menangani Indonesia satu tahun lagi oleh PSSI. Namun, ia tak kunjung datang ke Indonesia hingga pertengahan November, waktu yang dipatok PSSI untuk menentukan kepastian dirinya.

Bima pun akhirnya mendapat limpahan jabatan. Penggemar pada mulanya mendukungnya. Akan tetapi, setelah penampilan buruk di turnamen sesungguhnya, ia malah dikritik suporter, yang menginginkan ia diganti. Tagar #KosongkanGBK jadi wujud protes tersebut, dan sepertinya akan terus berlangsung hingga laga kandang terakhir melawan Filipina pada 25 November nanti.

Tak bisa dibantah, Coach Bima bertanggung jawab dalam kegagalan sejauh ini. Ia tak mampu membuat tim bermain sebagai unit dalam laga melawan Singapura, membuat Indonesia menang susah payah dari Timor Leste, serta membuat pergantian kiper yang berujung pada kekalahan atas Timor Leste.

Hanya saja, situasi tersebut amat mungkin terjadi karena tim ini ditukangi pelatih yang belum berpengalaman. Bima baru berusia 42 tahun, dan belum pernah menjadi pelatih kepala di mana pun. Ia pun cuma lisensi A AFC, yang sebetulnya cuma mencukupi untuk melatih di level klub atau timnas junior.

Berhubung ia juga diberi mandat dalam waktu yang tak memadai, kita seharusnya tak perlu kaget dengan hasil ini.

Lalu tepatkah Milla kita tunjuk sebagai biang kegagalan ini?

Well, Milla bersalah atas sikapnya yang tak peduli lagi terhadap negara ini hanya sesaat jelang turnamen terbesar di regional Asia Tenggara. Bila ia punya hati nurani, seharusnya ia tetap tinggal di Indonesia, mempersiapkan tim nasional senior, walau memang harus menghabiskan waktu ekstra di negara yang jauh di kampung halaman ini.

Meski begitu, sikapnya yang “angkuh” tersebut mungkin saja tepat sasaran. Ia berniat meninju muka PSSI. PSSI yang ia sebut sering melanggar kontrak dan tak profesional dalam mengelola olahraga ini ia sentil dengan pergi tak kembali.

Melalui perangai Milla, kita bisa mengetahui, ada yang salah dalam tubuh PSSI. Bila seorang pelatih kelas dunia yang mampu menaikkan level sepak bola kita sampai tak tahan bekerja dalam sistem sepak bola Indonesia, apakah kita yakin Milla berada dalam pihak yang perlu disalahkan?

Alih-alih, kita perlu bertanya ke PSSI. Mengapa Luis Milla berani menyebut federasi ini tak profesional di akun instagram pribadinya? Sampai kapan kita akan menyaksikan keseriusan PSSI dalam mengelola sepak bola?

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru