Marcelo Bielsa sedang jadi bahasan media-media Inggris. Berawal dari laporan warga di dekat kompleks latihan Derby County, kepolisian lalu meringkus seorang pria bertingkah mencurigakan di semak-semak membawa teropong dan pemotong kawat.
Aksi tersebut terjadi sehari jelang pertandingan Derby versus Leeds United. Sesi latihan langsung dihentikan oleh pelatih Derby, Frank Lampard. Kepada media, Lampard menyebut tindak tersebut sudah kelewat batas.
Laga tersebut berakhir dengan skor 2-0 untuk keunggulan Leeds. Seusai laga, pelatih Leeds, Marcelo Bielsa kemudian mengakui bertanggung jawab atas insiden di sesi latihan Derby. Ia mengakui mengirim mata-mata ke sana, dan tidak cuma itu, ia mengaku telah mengirim mata-mata ke semua lawan Leeds pada musim ini.
Sontak, publik Inggris geger. Lampard tak senang. Publik terbelah. Marcelo Bielsa, yang terkenal gila, menjadi headline di semua media Inggris. Bielsa merespon dengan mengadakan konferensi pers khusus.
Tidak satu pun perkataan maaf keluar dari mulutnya. Alih-alih demikian, ia malah memberi “kuliah umum” pada seluruh wartawan di ruangan. Presentasi menggunakan powerpoint yang dilakukan Bielsa memakan waktu 70 menit. Ia menjelaskan detail-detail bagaimana ia menganalisis calon lawan. Ia meyakinkan, para staf yang ia kirim ke kompleks latihan lawan hanya bagian sangat kecil dari proses analisisnya.
Bielsa yakin ia tidak melanggar aturan apa pun. Ia bahkan mengaku telah menjadikan tindakan mata-mata sebagai kebiasaan sejak melatih Argentina 20 tahun lalu. Di negara asalnya, memantau sesi latihan lawan memang bukan menjadi masalah. Ia melakukannya semata-mata agar persiapan timnya berjalan maksimal, dan menjaga perasaannya agar tak gelisah menghadapi taktik lawan.
Mengingat kelakuan Bielsa sampai membuat publik Inggris heboh, benarkah memata-matai lawan termasuk melanggar aturan?
Well, seperti yang Bielsa katakan, tak ada aturan apa pun yang melarang menonton sesi latihan lawan.
Hanya ada dua pasal “karet” peraturan liga yang bisa menjerat Bielsa, yakni Regulasi EFL nomor 3.4 yang berbunyi “Dalam segala situasi dan transaksi yang berhubungan dengan Liga, perilaku klub terhadap klub lainnya dan Liga harus didasarkan pada rasa saling percaya.” Di peraturan lainnya, Regulasi EFL nomor 21 menyatakan setiap pelatih dilarang merusak reputasi klub maupun Liga.
Praktis, Bielsa tak melanggar aturan apa pun. Seperti yang ia akui, ia sering melakukannya di klub sebelumnya.
Namun, ada peribahasa “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Kultur sepak bola Inggris berbeda dengan kultur daerah asal Bielsa. Dengan kata lain, Bielsa tak menyadari apa yang dilakukannya bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di Inggris.
Respon menarik Mauricio Pochettino bisa kita kutip. Bielsa adalah pelatih yang menemukan Pochettino muda semasa menjadi pemain di Newell’s Old Boys. Pochettino pun sudah menganggap Bielsa sebagai ayah “kedua”.
Ketika ditanya wartawan mengenai insiden yang dibikin Bielsa, Pochettino menjawabnya dengan bijak.
“Penting untuk memisahkan hubungan personal dengan situasi yang terjadi pekan lalu. Aku akan selalu menyayangi dia (Bielsa) (kata di dalam kurung tidak perlu dibaca, tapi harus ditulis). Ia sangat penting bagiku, ia yang membangun karierku sebagai pemain,” ucap Pochettino.
Berikutnya, ia memberi catatan, “Situasi itu membuatku sedih. Aku tidak setuju (dengan apa yang dilakukan Bielsa. Bagiku, itu salah. Orang-orang dan budaya di sini memberi orang-orang situasi bekerja dalam privasi.”
Yah, Bielsa sendiri sudah menyatakan akan beradaptasi dengan kebiasaan dan budaya Inggris. Jadi, kalaupun ia tidak melanggar aturan, bisa dibilang ia telah menyalahi norma di Inggris.
Bagaimana dengan di Indonesia? Seperti kita lihat, sesi latihan klub-klub, bahkan timnas, sering berlangsung dengan para penonton mengitari lapangan latihan. Di negeri ini, sesi latihan adalah ajang kedekatan para pemain dengan para suporter.
Bielsa bisa dengan mudah memantau sesi latihan klub-klub
Indonesia dengan menyamar sebagai suporter.