Karier Jose Mourinho kini sedang menemui jalan buntu akibat pemecatannya oleh Manchester United. Jika dicermati, tiga pekerjaan terakhirnya (di Real Madrid, Chelsea, dan United) diakhiri dengan PHK. Jadi, benarkah Jose Mourinho tak lagi kompeten menangani klub-klub papan atas?
Pada September lalu, Manchester United yang masih ditangani Mourinho ditahan dalam dua laga beruntun oleh Wolverhampton Wanderers dan Derby County. Patut digarisbawahi, dua laga tersebut adalah dua laga pertama seorang Jose Mourinho melawan tim yang dilatih mantan pemainnya. Wolves dilatih Nuno Espirito Santo, kiper yang menjadi bagian dari Porto yang dibawa Mourinho jadi juara Liga Champions 2004. Ada pun Derby dilatih Frank Lampard, yang jadi andalan Mou di Chelsea.
Nuno dan Lampard jelas belajar dari mantan bosnya. Mereka menyerap metode, lalu mengembangkan dan menyesuaikannya dengan klub yang mereka latih sekarang. Apa yang dulu membuat Mourinho spesial, kini telah jadi hal yang biasa. Mou adalah korban dari kesuksesannya sendiri.
Ia kini juga kesulitan mengontrol para pemain, terutama para pemain muda. Ia sendiri menyatakan, saat ia pertama kali melatih Lampard, kala itu berusia 26, ia bisa mengatakan Lampard adalah seorang yang selalu terfokus, selalu bekerja, dan amat profesional. Kini, banyak pemain yang sudah menembus pertengahan dua puluh, tapi masih bersikap layaknya bocah.
“Hari ini aku memanggil mereka ‘bocah’, bukan ‘pria’, karena aku pikir mereka adalah anak nakal dan segala yang mengelilingi mereka tidak membantu hidup mereka, atau membantu pekerjaanku,” tambahnya.
Tak heran, dengan pola pikir semacam ini, ia gagal menjalin hubungan baik dengan Sergio Ramos, Iker Casillas, atau Cristiano Ronaldo di Real Madrid, lalu dengan Paul Pogba di Manchester United.
Jika dahulu ia pernah mengatakan perlu melakukan pendekatan berbeda terhadap tiap individu pemain agar mau bermain sesuai perintahnya, kini pendekatannya diragukan karena baik di Real Madrid, Chelsea, maupun United, ia sering menyalahkan pemain di depan media.
Dalam aspek peragaan permainan, Mourinho juga dipandang sudah ketinggalan zaman. Intensitas tinggi dan permainan menyerang yang dipertontonkan Pep Guardiola, Jurgen Klopp, dan Mauricio Pochettino di klub mereka masing-masing digunakan sebagai alat kritik paling tajam untuk Mourinho. Terlebih, Mou telah dikalahkan oleh Manchester City, Liverpool dan Tottenham sebelum dipecat.
Pernyataan legenda klub Dwight Yorke di awal musim bahwa United bisa saja juara liga dengan materi skuad sekarang andai dilatih Pep Guardiola bisa jadi ada benarnya. Otak Mourinho tidak pernah mampu untuk menciptakan tim yang mampu menampilkan sepak bola menyerang yang mematikan.
Tempo hari, analis Michael Cox mengatakan sepak bola modern, terutama Liga Inggris, saat ini sangat mengandalkan kecepatan dan amat bergantung kecepatan pergerakan pemain di lini depan. Berbeda dengan pertandingan internasional yang akan memperlihatkan banyak permainan bertahan karena adanya sistem gugur, sistem liga akan membuat para pelatih akan memperagakan permainan terbuka. Dan di situ Mourinho tak pernah berhasil.
Sebagai contoh, pada pertemuan pertamanya dengan Barcelona-nya Pep Guardiola bersama Inter Milan, ia berhasil memukul mereka dengan permainan ultradefensif. Dua tahun kemudian saat pertama kali melatih Real Madrid, ia bermain terbuka. Risikonya, ia menelan kekalahan telak dengan skor 0-5.
Dengan level permainan Liga Inggris yang sudah sedemikian tinggi, pelatih pragmatis seperti Mourinho dikhawatirkan tak akan laku lagi.
Apalagi, dalam bulan-bulan terakhirnya sebagai pelatih The Red Devils, Mourinho menerapkan alibi berulang tiap kali mendapat kritik. Ia selalu menjadikan prestasinya di masa lalu sebagai tameng terhadap kritikan. Tatkala dikalahkan Tottenham di kandang sendiri dengan skor 0-3, ia menggunakan angka tiga di konferensi pers pasca laga untuk mengingatkan jurnalis jumlah trofi Premier League yang telah ia menangkan.
Tak lama berselang, ia menggunakan tiga jari lagi di hadapan pendukung Chelsea dan Juventus. Bagi Chelsea, ia mengingatkan jumlah trofi yang ia persembahkan untuk klub tersebtu. Bagi Juventus, ia mengingatkan treble winner yang ia berikan untuk klub rival Inter Milan.
Dengan perilaku terkini yang kerap membanggakan masa lalu dan terbukti gagal memberikan proyeksi masa depan untuk klub-klubnya, bisa saja Mourinho tak dipercaya lagi untuk melatih klub-klub di tingkat elite…