Mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional banyak caranya. Olahraga jadi salah satu alat yang mujarab. Tak hanya pemainnya yang jago, pelatihnya juga banyak disegani dunia. Di bulu tangkis misalnya. Indonesia punya Tong Si Fu yang menghasilkan monster tunggal putra Tiongkok, Lin Dan.
Namun apa jadinya kalau di dunia sepakbola? Ya, jarang terdengar nama-nama pelatih Indonesia yang berada di luar negeri. Kalaupun ada, juga hanya segelintir. Namun setidaknya kita patut berbangga akan hal itu.
Daftar Isi
Rahmad Darmawan
Berjiwa militer bukan berarti hanya jago menembak. Pria gagah kelahiran Lampung 57 tahun silam bernama Rahmad Darmawan membuktikan bahwa angkatan militer juga bisa jadi pelatih sepakbola sukses. Pelatih yang akrab dipanggil Coach RD ini hidupnya memang tak bisa dipisahkan dari tantangan. Jelas saja, wong gelarnya aja mayor.
Karier Coach RD di sepak bola Indonesia tak usah ragukan lagi. Ia juga pernah menangani timnas. Namun, suatu ketika tantangan melatih luar negeri datang kepadanya pada tahun 2015. Coach RD awalnya bimbang.
Sampai sampai ia rela melepaskan jabatan di militernya. Lho, bukannya jabatan itu menggiurkan? Maklum saja, sulit untuk tidak melepaskan jabatan kedinasan militer jika pergi ke luar negeri dalam waktu yang lama.
Namun dengan tekad bulat, Coach RD memberanikan diri menuju Liga Malaysia untuk melatih T-Team atau yang sekarang dikenal Terengganu FC. Namun di sana, tak semudah yang dibayangkan. Awalnya para pemain susah memahami pendekatan Coach RD dalam melatih.
Kedisiplinan serta mengandalkan pemain muda adalah yang pertama diterapkan Coach RD di T-Team. Cara inilah yang bahkan menghasilkan bintang Timnas Malaysia sekarang, Safawi Rashid. Dulu saat masih 17 tahun ia diberi kesempatan oleh Coach RD di T-Team.
T-Team Perpanjang Kontrak Rahmad Darmawan Hingga 2018 https://t.co/MU8FezxPMq pic.twitter.com/iPyn6Kjd0Z
— GOAL Indonesia (@GOAL_ID) December 1, 2016
Selama dua musim, Coach RD berhasil meninggalkan jejak manis bagi klubnya. Diantaranya masuk semifinal Malaysia Cup dan sempat menyelamatkan timnya dari jeratan degradasi. Meski pada akhirnya, masalah financial dan performa yang anjlok di tahun 2017, membuat Coach RD melepaskan jabatannya sebagai pelatih T-Team.
Andi Susanto
Brasil adalah sebuah “negara sepakbola” yang tak pernah kehabisan talenta, baik pemain dan pelatihnya. Tapi siapa sangka ada salah satu pelatih asal Indonesia yang mampu berkarier di Liga Brasil.
Namanya Andi Susanto. Pasti banyak orang kaget karena jarang mendengar nama pelatih yang satu ini. Ia bukan media darling di sepakbola Indonesia. Maklum, kariernya hanya di level U-21 ketika menukangi Sriwijaya FC.
Namun, hebatnya Andi berani mengambil lisensi kepelatihan di Brasil. Hal itulah yang membuat namanya dikenal di Brasil. Dari situ, pada tahun 2015, ia ditunjuk melatih klub Liga IV Brasil, Bangu Atletico Clube.
Baru dua bulan melatih, Bangu sudah mampu meraih trofi, yakni BTV International Tournament di Vietnam. Hebat bukan? Kehebatan Bang Andi ini tak hanya sampai di Brasil. Di tahun 2017 pelatih gempal berambut gondrong ini ditunjuk melatih klub kasta kedua Liga Timor Leste, Atletico Ultramar.
Beruntung sekali Atletico Ultramar dilatih orang Indonesia. Pasalnya klub tersebut hampir saja meraih treble winner di musim debut bang Andi Susanto melatih. Namun berbagai kesuksesan yang telah ia raih tak membuatnya bertahan.
Bang Andi malah memilih jalan lain berupa tantangan baru melatih klub kasta kedua Timor Leste, Assalam FC. Oh iya, salah satu kiper timnas Markus Horison juga pernah bekerja sama dengan Andi jadi kiper Assalam FC pada tahun 2016.
Andi Susanto Kandidat terkuat Pelatih Timnas U 19 – https://t.co/p0hpbCkJXn pic.twitter.com/4B2bR0s0wY
— Indonesia Today (@i_today) June 18, 2016
Rudy Eka Priyambada
Berani untuk bekerja ke negeri orang tanpa punya pengalaman kerja di negaranya sendiri, pasti tak mudah. Namun tidak halnya dengan sosok bernama Rudy Eka Priyambada. Tak beda jauh dari Andi Susanto, Rudy juga namanya kurang populer di kancah persepakbolaan Indonesia. Jadi pemain saja tak terkenal, apalagi jadi pelatih?
Pria 41 tahun itu termasuk orang yang nekat. Tak ada pengalaman melatih sebuah klub dan hanya bermodal Lisensi AFC C, ia memberanikan diri menjajal Liga Australia. Ia menerima tawaran melatih klub semi pro Australia, Monbulk Rangers tahun 2012.
Disana bayaranya kecil. Sampai-sampai Rudy sempat melakukan pekerjaan sambilan jadi penjaga toko roti dan restoran. Salah satu prestasinya di Monbulk adalah menjuarai kompetisi semi pro di Vitoria.
Rudy sempat pulang ke Indonesia setelah melatih di Negeri Kanguru. Ia jadi Analis Taktik Timnas U-19 asuhan Indra Sjafri tahun 2013 ketika meraih trofi Piala AFF. Setelah itu ia melancong lagi ke luar negeri. Tahun 2015, Rudy bergabung ke klub Liga Dua Bahrain, Al-Najma sebagai asisten pelatih.
Disasar Jadi Pelatih Timnas U-19, Rudy Eka Priyambada Kaget https://t.co/3LDs6Q4fWD pic.twitter.com/zBkicay0eu
— GOAL Indonesia (@GOAL_ID) June 8, 2016
Di klub tersebut, ia sempat membawa bek timnas, Ryuji Utomo. Prestasinya juga tak bisa dianggap remeh. Al-Najma langsung dibawa promosi ke Liga Utama Bahrain ketika musim pertama Rudy datang.
Muhammad Yusup Prasetyo
Mendengar ada pelatih Indonesia yang akrab dipanggil Pep Guardioyo, sepintas terdengar lucu karena mirip Pep Guardiola. Nama panggilan tersebut adalah milik Muhammad Yusup Prasetyo, pria kelahiran Tangerang tahun 1990 silam.
Kisah Yusuf Prasetyo jadi pelatih tergolong unik. Padahal seusai memutuskan berhenti jadi pemain sepakbola, ia lebih memilih jalur pendidikan untuk jadi guru. Maka dari itu, ia memutuskan untuk fokus kuliah dan akhirnya lulus dari Fakultas Tarbiyah Uin Syarif Hidayatullah.
Namun, hatinya kembali terpanggil ke dunia sepakbola setelah lulus. Jadi pelatih dengan berbekal sarjana Tarbiyah saja memang tak bisa. Sembari menjadi pelatih di beberapa sekolah sepakbola, ia juga mengembara untuk memburu lisensi kepelatihan AFC.
Dasarnya beruntung, debutnya melatih sebuah klub langsung di klub luar negeri yakni Lilijan FC, di Liga U-16 China pada tahun 2017. Usut punya usut, kenapa Yusup bisa sampai ke China yakni karena ia punya jaringan dari beberapa temannya ketika mengikuti tes lisensi kepelatihan AFC.
Namun masa pengabdian Yusuf di Tiongkok tak lama. Ia hanya semusim di sana. Namun itu tak mengapa, ia terus belajar setelah itu. Usai menjalani karier di China, Yusup tercatat hingga tahun 2019 sempat beberapa kali menimba ilmu kepelatihan di klub-klub besar Eropa seperti Monchengladbach, Liverpool, Ajax, sampai Valencia. Tak heran jika pelatih yang banyak belajar ini ditunjuk lagi melatih klub Liga Malaysia, Kelantan FC U-22 pada 2021.
Ratusan suporter mengultimatum pelatih Sriwijaya FC Muhammad Yusup Prasetyo (Yoyok). Singa Mania meminta Yoyok harus berbenah, kalau tidak, mundur!https://t.co/pAipghcJU6
— detikcom (@detikcom) October 1, 2023
Jantje Matmey
Sudah seharusnya sepakbola Timor Leste berterima kasih kepada Indonesia. Bagaimana tidak? Sudah banyak pengaruh nyata orang Indonesia di perkembangan sepak bola mereka. Tak terkecuali pelatih bernama Jantje Matmey. Pelatih yang tak terkenal di Indonesia, namun sangat dihormati di Timor Leste.
Pelatih Ambon yang satu ini bak Mourinho di Timor Leste. Pasalnya treble winner pernah ia borong sewaktu melatih klub liga teratas Timor Leste, Lelanok FC. Padahal Matmey ini adalah pelatih yang bangun klub ini dari nol. Karena ia gabung di tahun 2017, setahun setelah klub itu berdiri.
Bayangkan, karier Matmey dimulai dari divisi tiga liga Timor Leste. Betapa beruntungnya Lelanok FC ini pernah dibesut tangan dingin Matmey, sehingga jadi salah satu klub elit di Timor Leste.
Kurniawan Dwi Yulianto
Kamu tau dulu Timnas Indonesia pernah ada program Primavera? Di mana pemain timnas kita dikirim berlatih di Sampdoria, Italia. Ya, salah satu yang ikut serta adalah Kurniawan Dwi Yulianto. Mental Kurniawan sejak muda sudah terbiasa di negeri orang. Sebagai pemain pun ia pernah membela klub Malaysia, Selangor FC.
Hal itu berlanjut di level pelatih. Setelah sering menjadi asisten pelatih, Kurniawan mengawali debutnya sebagai pelatih kepala di Liga Malaysia bersama Sabah FC di tahun 2019. Dua musim si kurus mengantarkan Sabah FC bertahan di liga teratas Malaysia. Sebelum akhirnya didepak di musim ketiganya karena rentetan hasil buruk.
Lepas dari Malaysia, bukan berarti Si Kurus tak berani lagi melatih klub luar negeri. Ia pernah hampir saja melatih klub Como di Serie B Italia. Namun, ia gagal karena masalah lisensi. Kalau beneran jadi gabung Como, pasti publik Indonesia bangga. Seperti juga kebanggaan terhadap pelatih-pelatih lainnya yang sudah berkarier di luar negeri. Ya, paling tidak ini membuktikan bahwa pelatih kita tak cuma hanya jago kandang!
Sumber Referensi : bolanas, bola.com, libero, juara, indosport, kompas