Hari yang telah diprediksi itu akhirnya datang juga. Sebuah kekalahan yang sudah tidak mengagetkan lagi tatkala AS Roma takluk 3-1 dari AC Milan pada giornata 20 Serie A menjadi akhir dari pengabdian Jose Mourinho di ibukota Italia. Dua hari usai kalah di kandang Milan, The Special One akhirnya dipecat.
Waktu dan momen pemecatan Jose Mourinho memang terbilang mengejutkan. Video yang memperlihatkan Mourinho menangis di dalam mobilnya ketika dihampiri fans saat meninggalkan Trigoria, kompleks latihan Roma jadi salah satu buktinya.
Mourinho dan Romanisti memang sudah terlanjur menjadi sepasang kekasih. Rasa cinta keduanya tampak seperti tanpa syarat. Oleh karena itu, pemecatan Mourinho ditanggapi dengan kekecewaan yang amat dalam oleh fans Roma.
Pada hari Rabu, sehari setelah Mourinho dipecat, beberapa fans Roma meluapkan kekecewaan mereka dengan memasang spanduk raksasa di Trigoria yang bertuliskan #FriedkinOut. Tagar tersebut juga digaungkan beberapa fans di media sosial X untuk menentang pemilik klub.
Akan tetapi, mari kita pisahkan romantisme antara pendukung Roma dengan Jose Mourinho dan melihat pemecatan tersebut dari sisi yang lebih rasional. Terlepas dari betapa emosionalnya pengumuman tersebut, pemecatan Jose Mourinho dari kursi pelatih Giallorossi merupakan sebuah keputusan yang tidak lagi mengejutkan.
Roma Sudah Benar Memecat Mourinho
Melihat hasil dalam beberapa pertandingan, keputusan untuk memecat Mourinho memang sudah tak terelakan lagi. Apalagi, Friedkin Group, pemilik AS Roma adalah pebisnis asal Amerika Serikat yang memegang teguh motto: Business is business.
Mourinho memang berhasil mengangkat prestasi AS Roma. 1 trofi UECL adalah bukti kalau The Special One belum kehilangan magisnya, khususnya dalam pertandingan sistem gugur. Namun sayangnya, di level domestik, khususnya liga yang besar kemungkinan jadi standar penilaian penting bagi sang pemilik, Mourinho telah gagal mencapai target. Bukannya meningkat, progress Roma di Serie A justru terlihat menurun.
Selama dilatih Jose Mourinho, AS Roma tak pernah sekalipun mengakhiri musim di peringkat empat besar. Di dua musim beruntun bersama Mourinho, Roma cuma finish di peringkat 6. Dan kini, Roma justru terancam meraih hasil yang lebih buruk.
Performa Giallorossi di musim ini terlihat inkonsisten dengan identitas yang juga makin tidak jelas. Roma sempat duduk di zona degradasi setelah gagal memetik satu pun kemenangan dalam 3 giornata pembuka. Sempat bangkit dan duduk di peringkat 4 pada giornata 14 dan 15, performa Roma kembali merosot di 5 giornata terakhir.
Saat Mourinho dipecat, Roma tengah duduk di peringkat 9 dengan koleksi 29 poin, hasil dari 8 kali menang, 5 kali imbang, dan 7 kali kalah. Selain itu, Roma baru saja tersingkir dari Coppa Italia usai kalah derby dari Lazio dan hanya memenangkan satu dari lima pertandingan sejak Natal.
Tren yang menurun inilah yang membuat target finish empat besar untuk lolos ke UCL musim depan tampak makin sulit digapai. Sebagai tambahan, selama dilatih Jose Mourinho, performa AS Roma ketika menghadapi tim-tim besar Serie A juga amat buruk. Selama dua setengah musim, Mourinho dan Roma telah bersua sebanyak 28 kali dengan AC Milan, Inter Milan, Juventus, Lazio, dan Napoli. Dan hasilnya, Roma cuma menang 4 kali dan 19 kali kalah.
Sebagian fans yang terlanjur jatuh hati dengan Mourinho pasti akan bilang kalau The Special One tidak mampu memaksimalkan skuad karena masalah cedera, kurangnya dukungan dari pemilik, hingga terhalang regulasi Financial Fair Play. Yang perlu football lovers ketahui, Roma terkena FFP juga karena menuruti permintaan Mourinho.
Di musim 2021/2022 atau musim pertama Mourinho, Roma membelanjakan 130 juta euro untuk belanja pemain. Sebuah hal tidak biasa yang membuat Roma melanggar regulasi FFP.
Kemudian, di tengah pembatasan transfer, Roma bertaruh untuk memenuhi permintaan Mourinho untuk merekrut pemain veteran yang mahal. Hasilnya, di tengah kondisi keuangan Roma yang merugi, tagihan gaji mereka musim ini membengkak dan menjadi yang tertinggi ketiga di Serie A, hanya kalah dari Juventus dan Inter Milan. Namun, lihatlah di mana Roma duduk sekarang ini. Wajar dong kalau Dan Friedkin tidak puas dengan kinerja Mourinho.
Itulah beberapa alasan rasional mengapa langkah AS Roma memecat Jose Mourinho sudah benar. Memang, momen pemecatannya mengejutkan. Sebab, di akhir Juni nanti kontrak Mourinho akan habis dengan sendirinya, tetapi pemilik klub justru memilih memecatnya di pertengahan musim.
Pecat Mourinho, Roma Tunjuk De Rossi
Akan tetapi, yang tak kalah mengejutkan dari pemecatan Jose Mourinho adalah penunjukan Daniele De Rossi sebagai penggantinya. Ya, setelah memecat Mourinho, Roma memilih De Rossi sebagai allenatore berikutnya dengan durasi kontrak 6 bulan hingga akhir musim 2023/2024.
Dari kacamata statistik, keputusan tersebut patut dipertanyakan. Pasalnya, sebagai pelatih, De Rossi bisa dibilang masih bau kencur. CV De Rossi sebagai pelatih juga bagai bumi dan langit jika dibanding dengan reputasinya dulu sebagai pesepak bola.
De Rossi mengawali karier pelatihnya sebagai asisten Roberto Mancini di timnas Italia. Ia pun menjadi bagian dari Gli Azzurri yang menjuarai Euro 2020. Setelah itu, De Rossi meninggalkan jabatannya untuk menyelesaikan kursus kepelatihan UEFA A.
Setelah mendapat lisensi, De Rossi kembali bekerja untuk Federasi Sepak Bola Italia, kali ini sebagai kolaborator teknis untuk tim U-15 hingga U-20. Lalu, pada Januari 2022, ia kembali ditarik Mancini untuk mendampinginya di kualifikasi Piala Dunia 2022.
De Rossi lagi-lagi mundur pada September 2022 untuk menyelesaikan kursus UEFA Pro. Sebulan kemudian, Daniele De Rossi mendapat pekerjaan pertamanya sebagai pelatih kepala usai ditunjuk melatih klub Serie B, SPAL.
De Rossi ditunjuk sebagai pelatih SPAL pada 11 Oktober 2022 untuk menggantikan Roberto Venturato. Saat itu, SPAL tengah duduk di peringkat 14. Ia sebenarnya diberi kontrak hingga Juni 2024. Namun, setelah 17 pertandingan, tepatnya pada 14 Februari 2023, SPAL memutuskan untuk mengakhiri lebih cepat masa jabatan mantan gelandang AS Roma tersebut. Bukannya membaik, SPAL justru dibawa De Rossi terjun ke zona degradasi.
Pengalaman tersebut jadi kali terakhir De Rossi menukangi sebuah klub. Artinya, AS Roma adalah klub kedua yang ia tangani dan klub Serie A pertama yang ia latih. Ini jelas mimpi yang jadi kenyataan bagi seorang Daniele De Rossi yang nyaris menghabiskan seluruh nyawanya untuk AS Roma.
Namun, De Rossi punya segudang PR yang harus dibenahi. Seperti yang kami bilang di awal, identitas Roma akhir-akhir ini makin tidak jelas. Tim ini juga terlihat begitu bergantung dengan performa Paulo Dybala. Faktnya, empat dari tujuh kekalahan Roma di Serie A musim ini terjadi ketika La Joya absen.
De Rossi juga punya PR berat untuk kembali menyatukan skuad Roma yang dirundung isu tak sedap sebelum Mourinho dipecat. Mantan kapten Il Lupi itu juga harus mampu menjaga gairah fans Roma yang sudah dibangun Mourinho.
Sebagian besar fans pasti tidak masalah dengan penunjukan De Rossi. Akan tetapi, dengan tim yang sedang bermasalah dan dikejar target untuk memperbaiki posisi di papan klasemen Serie A, mengapa Roma justru menunjuk De Rossi yang kurang pengalaman di saat-saat genting seperti ini?
Apa Alasan Roma Tunjuk De Rossi yang Minim Pengalaman?
Gianluigi Buffon punya jawaban yang menarik. “Ketika Anda sudah mengenal lingkungan dengan baik, Anda sudah selangkah lebih maju. Tidak ada pilihan yang lebih baik untuk Roma pada saat seperti ini. Ini adalah langkah yang cerdas.”
Ya, di tengah kondisi Roma yang keuangannya memprihatinkan, menunjuk Daniele De Rossi adalah keputusan yang bijak. De Rossi yang masih sangat mencintai Roma bahkan menandatangani kontrak tanpa menanyakan gaji, tanpa meminta klausul perpanjang otomatis, dan hanya meminta bonus apabila ia berhasil meloloskan Roma ke UCL. Sangat sesuai dengan bujet pemilik Roma bukan?
De Rossi juga berkata, “Satu-satunya hal yang saya minta adalah diperlakukan sebagai seorang pelatih. Jangan perlakukan saya sebagai seorang mantan pemain, atau legenda atau simbol klub. Sejak saya menerima pesan yang tidak pernah saya duga, saya akan berjuang sampai mati untuk bertahan di sini.”
Seperti kata Buffon, tidak ada sosok lain yang jauh lebih mengerti AS Roma saat ini ketimbang De Rossi. De Rossi yang lahir dan besar di kota Roma sudah bergabung dengan akademi Giallorossi sejak tahun 2000 dan langsung menembus tim utama setahun kemudian.
Total, De Rossi membuat 616 penampilan, mencetak 63 gol, mempersembahkan 2 trofi Coppa Italia dan satu trofi Supercoppa Italia untuk Giallorossi. Melihat CV-nya sebagai mantan pemain, De Rossi jelas sosok yang tepat untuk menggojlok skuad AS Roma peninggalan Jose Mourinho.
De Rossi sendiri tak menunggu lama untuk langsung bekerja. Dalam latihan perdananya, De Rossi dikabarkan mencoba formasi 4-3-3 dan 4-2-3-1. De Rossi sebenarnya punya formasi andalan yang mirip dengan Mourinho, yakni 3-4-2-1 atau 3-5-2. Namun, formasi tersebut dinilai tidak pas diterapkan di skuad Roma saat ini yang banyak ditinggal pemainnya karena cedera dan tampil di Piala Afrika.
Dalam video yang beredar di media sosial, De Rossi tampak sangat serius memimpin latihan Roma dan meminta anak asuhnya untuk mengalirkan bola lebih cepat. Ini jadi isyarat kalau akan ada perubahan dalam gaya main AS Roma.
Sebuah penyegaran yang layak ditunggu. Begitu pula halnya dengan omongan Daniele De Rossi yang berapi-api di beberapa media. Apakah mantan kapten AS Roma itu sanggup mengangkat posisi mantan klubnya dan mencapai target yang gagal dicapai oleh Jose Mourinho?
“Kami harus memberikan segalanya untuk jersey ini, untuk para penggemar, untuk klub ini. Tetapi juga untuk diri kami sendiri. Saya meminta para pemain untuk berkolaborasi secara maksimal dan mengertakkan gigi bahkan di saat-saat tersulit sekalipun.”
Referensi: Football Italia, FBref, GFN Italy, ESPN, Football Italia, Cult of Calcio, Sportbible.