Tayangan Mata Najwa bertajuk “PSSI Bisa Apa?” pada 19 Desember 2018 lalu secara mengejutkan mampu membuat publik sepak bola Indonesia mengorek luka lama. Program yang ditujukan untuk mengusut mafia bola Indonesia tersebut mendatangkan Andi Darussalam Tabusalla, figur yang dijuluki sebagai Godfather mafia sepak bola Indonesia.
ADS, yang diharapkan berbagi cerita tentang seluk beluk bagaimana gurita mafia menggerogoti sepak bola tanah air, dalam suatu segmen bercerita tentang pengalamannya sebagai manajer timnas di final Piala AFF 2010. Ia mengerti bahwa kekalahan yang diterima Indonesia amat menyakitkan, tapi ia kecewa karena dirinya dan atasannya Nirwan D. Bakrie, disebut sebagai otak yang “menjual” harga diri bangsa demi segepok uang.
Namun, ia mengakui ia curiga, Malaysia yang dibantai di fase grup tiba-tiba sanggup balik membantai di babak final. Dari obrolannya dengan kawannya di Malaysia setahun kemudian, ia mengetahui ada beberapa pemain yang telah “dibeli”. Salah satu nama yang ia ungkapkan ialah Maman (Abdurrahman), yang menurutnya tidak menjebak offside pemain lawan dalam proses gol pertama Malaysia. Sontak, warganet langsung menyerbu Instagram kepunyaan bek yang kini memperkuat Persija tersebut.
Bagaimana sebenarnya pertandingan leg pertama final Piala AFF 2010 tersebut?
Indonesia menjalani turnamen sebagai tuan rumah fase grup. Tim Garuda kala itu ditangani Alfred Riedl, eks pelatih Vietnam dan Laos. Indonesia mampu memuncaki fase grup setelah mengalahkan Malaysia, Laos, dan Thailand. Kemenangan telak 5-1 atas Malaysia di fase grup ini yang nantinya menjadi pembanding di laga final.
Di fase semifinal, Indonesia tanpa kesulitan menyingkirkan Filipina dalam dua leg yang dihelat di SUGBK. Di semifinal lain, secara mengejutkan Malaysia mampu menjungkalkan Vietnam. Jadilah dua negara serumpun ini bertarung lagi di babak final. Indonesia tentu dijagokan, mengingat hasil di pertemuan pertama di fase grup.
Nyatanya, dalam leg pertama laga final di Stadion Bukit Jalil, tim Merah Putih kolaps. Indonesia kalah 3-0. Balasan 2-1 di leg kedua tak ada artinya, dan Malaysia justru yang jadi juara.
Masalah ada dalam proses terciptanya gol-gol di leg pertama. Semua gol terjadi setelah pemain Indonesia mogok main karena diteror laser.
Pada menit 61, Safiq Rahim mengirim umpan lambung ke Norshahrul Idlan Talaha. Di sini, ucapan ADS bisa dicocokkan. Maman memang tak menjebak offside, melainkan berlari ke belakang mengamankan bola. Namun, yang jadi masalah adalah apa yang terjadi di detik berikutnya.
Ia salah mengantisipasi pergerakan Norshahrul, sehingga penyerang lawan tersebut mampu mencuri bola dari Maman, yang mengira bola itu akan keluar lapangan. Shahrul yang langsung menusuk kotak penalti pada akhirnya melepas assist yang dieksekusi Safee Sali. Gol ini dibantu pula oleh cara bertahan absurd oleh Hamka Hamzah.
Setelah gol ini, timnas Indonesia runtuh. Malaysia mampu mencetak dua gol tambahan lagi hingga skor menjadi 3-0. Cukup telak untuk membuat Indonesia patah semangat di leg kedua.
Jadi, prasangka publik kepada Maman memang punya dasar yang kuat. Akun twitter @Footballnesia bahkan punya teori sedikit lebih mendalam. Pada 14 Agustus 2012, akun tersebut mencuitkan rangkaian konspirasi yang membuat Indonesia kalah di Piala AFF 2010.
Akun itu terang-terangan menyebut nama Nirwan D. Bakrie sebagai sosok penyuap agar Indonesia tampil buruk. Para pemain yang disuap adalah Markus Horison, Maman Abdurrahman, dan Firman Utina. Markus dikabarkan mendapat mobil Alphard dan uang ratusan juta rupiah. Maman pun mendapatkan rumah elite di kawasan Bandung. Firman diketahui menerima sejumlah uang juga.
Beberapa pengurus PSSI, seperti Nurdin Halid, Nugraha Besoes, ADS, dan Nirwan, mendatangi para pemain untuk menyerahkan langsung uang tersebut. Alfred Riedl bahkan sempat mengaku gusar karena ada pengurus PSS yang masuk ke ruang ganti pemain.
Meski begitu, cerita tersebut memerlukan bukti-bukti pendukung. Bambang Pamungkas, ikon timnas, telah membantah ada pengurus yang masuk ke ruang ganti pemain.
Terlepas dari itu semua, menjijikkan memang membayangkan ada oknum yang rela menggugurkan harga diri bangsa demi sejumlah uang.
Meminjam istilah Miftakhul F.S., semoga kita tetap mencintai sepak bola Indonesia, meski kusut.