Apa yang Harus Dilakukan Setelah Indonesia Juara?

spot_img

Indonesia sedang terbang mengangkasa. Timnas Indonesia U-22 yang diasuh Indra Sjafri baru saja menahbiskan diri sebagai tim terbaik di Asia Tenggara setelah mengalahkan Thailand di final Piala AFF U-22.

Ini berarti, Indonesia sudah lengkap mengoleksi gelar juara junior di tingkat Asia Tenggara. Di level U-16, tim asuhan Fachri Husaini mampu meraihnya pada 2018 lalu, ada pun di level U-19, Indra Sjafri juga pernah mencaploknya pada 2013 lalu.

Memang, para pemain dan jajaran pelatih pantas mendapatkan kredit atas apa yang mereka capai. Namun, perjalanan mereka masih panjang. Masih banyak yang perlu dilakukan untuk membuat sepak bola Indonesia menembus level Asia…

Ya, dalam konteks timnas U-22, mereka memang tak boleh bersantai. Bulan depan, Marinus Wanewar dan kawan-kawan akan berlaga di Kualifikasi Piala Asia U-23, sebuah ajang yang lebih prestisius, dan memiliki level lebih tinggi. Bila lolos, Indra Sjafri akan membawa timnas ke Piala Asia U-22 untuk pertama kalinya sepanjang sejarah.

Cukup untuk timnas U-22. Dalam konteks lebih luas, sepak bola Indonesia memang perlu pembenahan secara menyeluruh. Mari kita bahas dari sisi federasi terlebih dahulu.

PSSI sedang berada di fase paling kritis sepanjang sejarah. Ditinggal mundur ketua umum Edy Rahmayadi, lantas sang pengganti, Joko Driyono dicokok kepolisian. Beberapa personil, mulai dari komite eksekutif hingga staf di berbagai komisi, telah ditersangkakan pula olah Satgas Anti-Mafia Bola karena kasus pengaturan pertandingan.

Kongres Luar Biasa yang akan digelar harus dimanfaatkan untuk mereformasi tubuh federasi. Para pemilik suara harus ditekan untuk memilih ketua umum baru yang benar-benar berintegritas. Tidak boleh ada lagi cerita soal pemilik suara yang takluk oleh amplop-amplop untuk mempertahankan orang-orang tertentu di tubuh PSSI.

Itu di tubuh federasi. Di sektor kompetisi, baik Liga 1, Liga 2, maupun turunannya, sepak bola Indonesia perlu segera menaikkan kualitas level kompetisinya. Hal terpenting yang bisa dilakukan adalah menjadwal kompetisi secara kontinu, yang tak tubrukan dengan jadwal internasional, serta memberi keuntungan bagi timnas.

Yang seringkali terjadi, jadwal tak dipersiapkan dari tahun sebelumnya, sehingga terpaksa molor hingga beberapa bulan. Sepak mula Liga 1 musim ini yang baru akan dimulai pada bulan Mei misalnya. Jadwal tersebut amat mungkin mengganggu jadwal timnas di tahun ini, serta mengganggu keberlanjutan jadwal kompetisi di musim mendatang.

Di sini, tugas operator amat sentral. PT Liga Indonesia Baru yang sedang mencari komisaris baru seharusnya mulai memperbaiki diri untuk menciptakan kompetisi Liga 1 dan Liga 2 yang lebih profesional.

Fenomena banyaknya pemain naturalisasi juga perlu mendapat penanganan. Bila tak dikontrol, para pemain naturalisasi yang kebanyakan sudah veteran itu bisa mengancam perkembangan pemain lokal. Jika klub-klub lebih memilih menaturalisasi pemain asing mereka, maka para pemain muda semakin tak mendapat tempat. Bila serius, regulasi pembatasan pemain naturalisasi bisa diberlakukan.

Di bawah mereka, jadwal untuk kompetisi U-19 dan U-16 juga harus dipikirkan. Kompetisi junior tersebut merupakan wadah untuk mengasah kemampuan pemain muda sebelum dijaring oleh tim nasional.

Tahun 2019 akan jadi tahun penentuan bagi sepak bola Indonesia. Karena PSSI sudah diobok-obok aparat penegak hukum, reformasi sepak bola Indonesia mutlak harus berhasil. Jika gagal, jangan harap ada prestasi lagi yang mampir ke tanah air …

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru