Bangsa Inggris memang punya harga diri. Setelah berani mengklaim negerinya sebagai tempat “matahari tak akan pernah tenggelam”, mereka mengambil langkah riskan dengan memutuskan keluar dari Uni Eropa pada 2016 lalu. Berkat referendum yang menghasilkan putusan Brexit (British & Exit) tersebut, Inggris akan jadi negara berdikari yang tak lagi tergantung pada organisasi Uni Eropa.
Terlepas dari masalah politik yang melingkupinya, apa efek Brexit bagi sepak bola Inggris?
Salah satu kesepakatan dengan dampak paling luas di Uni Eropa ialah perihal perpindahan tenaga kerja. Inggris, dengan keluar dari Uni Eropa, otomatis tak akan mendapat kemudahan dalam sektor ini. Pesepak bola profesional, yang dapat dikategorikan sebagai pekerja, merupakan pihak yang paling mendapat pengaruh.
Paling tidak ada dua hal yang bisa mengubah kondisi persepakbolaan Inggris pasca Brexit.
Pertama, regulasi FA tentang izin kerja pemain asing akan jadi lebih ketat. Regulasi ini mengharuskan para pemain asing yang direkrut klub-klub Inggris harus memperkuat tim nasionalnya dalam batas minimal tertentu dalam kurun dua tahun sebelum dikontrak. Sebelum Brexit, aturan ini menjadi longgar karena Uni Eropa membebaskan para pekerja pindah di negara anggotanya. Ini pula yang menjadikan pemai-pemain seperti N’Golo Kante, Riyad Mahrez, Fernandinho, dan sebagainya bisa direkrut saat masih belum tenar dan masih belum mendapat panggilan tim nasional.
Kedua, transfer pemain muda akan lebih sulit. Aturan Uni Eropa menyebut batas usia termuda unutk para pekerja ialah 16 tahun, jadi selama seseorang sudah memenuhi usia tersebut, ia boleh pindah dengan mudah ke negara anggota Uni Eropa lainnya. Ini yang membuat Arsene Wenger bertahun-tahun mampu mengeruk keuntungan dari pemain-pemain muda asing seperti Cesc Fabregas atau Hector Bellerin. Dengan Brexit, aturan tersebut tak akan berlaku. Batas termuda untuk pekerja ialah 18 tahun. Jadi, kalaupun ingin merekrut talenta muda, para klub harus menunggu sang pemain hingga berusia 18 tahun.
Situasi akan sangat rumit bila akhirnya Brexit diberlakukan. Dan pihak federasi sepak bola Inggris, FA, pun harus menyesuaikan. Sebelum dua kemungkinan tadi muncul, pihak FA terlebih dahulu memutuskan akan membatasi jumlah pemain asing.
FA berniat memangkas jumlah pemain asing yang semula 17 menjadi 12. Proposal ini tentu akan mendapat banyak halangan, karena dari 20 klub partisipan Premier League musimi ini, terdapat 13 tim yang mempunyai pemain asing lebih dari 12.
Semua tim top six juga sudah melewati batas ini. Mari kita lihat satu per satu.
Di Arsenal, 84% pemain utamanya merupakan legiun asing. Di starting XI, hanya Rob Holding yang merupakan pemain lokal. Dan Danny Welbeck pun cuma satu-satunya pemain Inggris di bangku cadangan.
Di Chelsea, pemain asing mereka menyentuh 81,5%. Cuma Ross Barkley pemain lokal yang rutin jadi pilihan utama. Pemain lain seperti Ruben Loftus-Cheek atau Gary Cahill hanya sanggup memenuhi bangku cadangan.
Di Manchester City, mereka mempunyai 21 pemain asing, alias 80,8% dari keseluruhan tim. Kyle Walker, John Stones, dan Raheem Sterling mampu menembus starting, tapi Phil Foden dan Fabian Delph cuma jadi penghias.
Manchester United dan Tottenham punya presentase pemain asing yang sama, yakni 73,1%. Ada pun Liverpool ialah klub yang paling terbuka terhadap pemain lokal karena cuma punya 16 pemain asing, atau 64% dari jumlah skuad.
Jadi, bila FA tetap keukeuh menerapkan pembatasan 12 pemain asing, maka kita harus bersiap kehilangan Aymeric Laporte, Jorginho, Lucas Torreira, Fabinho, dan pemain-pemain asing gres lainnya.
Masalahnya, apakah pemain-pemain lokal yang tersedia punya cukup kualitas untuk menggantikan pemain impor tersebut?
Penggemar Chelsea tentu lebih memahami mengapa David Luiz lebih sering bermain dibanding Gary Cahill, atau penggemar Manchester City tentang mengapa Fabian Delph tak pernah bermain.
Pemain lokal tak cukup mumpuni, jadi FA harus hati-hati. Jangan sampai para klub justru mogok main karena tak punya pemain. Demi timnas yang kuat, porsi pemain lokal memang harus diperbesar. Namun, perlu diperhatikan agar regulasi yang ditetapkan tidak malah mencekik para klub.