Satu kaki Newcastle United bisa dianggap sudah menyentuh babak 16 besar Liga Champions. Menjelang pertandingan pamungkas fase grup, Newcastle memang berada di ujung tanduk dengan masih tertahan di peringkat 3. Namun, segala prediksi, modal, dan rekor berpihak kepada The Magpies.
Pasukan Eddie Howe hanya butuh sedikit dorongan untuk melangkah ke fase gugur. Berbeda dengan PSG yang harus menantang tuan rumah Borussia Dortmund, apalagi AC Milan yang menjadi lawan pamungkas mereka.
Situasi memang menguntungkan The Magpies. Kemenangan dengan skor berapapun akan memastikan mereka menemani Dortmund ke fase gugur. Newcastle unggul agresivitas gol dari Milan dan unggul head-to-head atas PSG. Tentu syarat lainnya adalah PSG gagal menang dari Dortmund yang tampaknya memang sulit terwujud.
Selain itu, Milan yang jadi lawan mereka punya rekor buruk di laga away ke tanah Inggris. Milan hanya memenangi 1 dari 21 laga terakhirnya di Inggris dalam kompetisi Eropa. Terakhir kali Milan menang di Inggris adalah saat menang 1-0 atas Manchester United di Old Trafford pada Februari 2005.
Newcastle United Tersingkir dari Kompetisi Eropa Musim Ini
Hari pertandingan pun tiba dan dewi fortuna terlihat berpihak kepada Newcastle yang langsung mengepung Milan sejak peluit dibunyikan. Hingga akhirnya, Joelinton memecah kebuntuan di menit ke-33. Keunggulan 1-0 bertahan hingga turun minum.
Sementara di laga lainnya, Dortmund dan PSG tengah bermain imbang 0-0 hingga babak pertama usai. Meski skor di laga tersebut berubah menjadi 1-1 di menit ke-56, Newcastle masih aman, sebab Milan masih menemui kebuntuan.
Namun, situasi berubah setelah Milan mendapat gol penyama kedudukan saat laga berjalan 1 jam. Di titik ini, Newcastle masih diuntungkan. Mereka memang gagal mengkudeta PSG, tetapi setidaknya bakal mendapat jatah tiket Liga Europa jika mampu mempertahankan skor.
Namun, intensitas mereka menurun tajam. Momentun berpindah ke Rossoneri hingga gol pemain pengganti Samuel Chukwueze di menit ke-83 memupus semua harapan The Magpies. Mereka tak hanya tersingkir dari UCL, tetapi juga tersingkir dari kompetisi Eropa musim ini.
Tersingkirnya Newcastle United dari Liga Champions musim ini memang sudah diprediksi semua orang. Meski mereka bukan tim debutan, tetapi sudah 20 tahun berlalu sejak Newcastle terakhir kali berlaga di UCL. Suntikan dana tak berseri dari Arab Saudi juga belum mengubah skuad Newcastle sepenuhnya.
Ditambah lagi, hasil undian fase grup menempatkan Newcastle United di grup neraka bersama PSG, Borussia Dortmund, dan AC Milan. Di titik ini, harapan Newcastle tak muluk-muluk. Perjalanan di UCL musim ini akan jadi pengalaman yang sangat berharga.
Akan tetapi, ada suatu masa di mana para pendukung The Magpies lupa daratan. Benih kesombongan sempat tumbuh setelah tim kesayangan mereka mampu memetik 4 poin, hasil dari menahan imbang AC Milan di matchday pertama dan khususnya usai melibas PSG 4-1 di matchday kedua.
“Begini doang grup neraka?”, begitulah sesumbar yang dilontarkan oleh beberapa pendukung karbitan The Magpies. Newcastle yang tadinya mengincar pengalaman mencoba untuk all out agar dapat mendapat hasil yang jauh lebih baik.
Singkat cerita, kesombongan tersebut kini seharusnya membuat fans karbitan The Magpies malu. Newcastle gagal memanfaatkan keuntungan yang amat besar di laga pamungkas fase grup. Kehilangan fokus menjelang laga berakhir harus dibayar dengan tersingkir dari kompetisi Eropa musim ini.
Situasi serupa sebenarnya sudah terjadi di matchday kelima di kandang PSG. Keunggalan Newcastle yang sudah terjadi sejak menit ke-24 sirna usai PSG mencetak gol penyama kedudukan di menit ke-98.
Newcastle boleh-boleh saja merasa telah dirampok oleh keputusan kontroversial wasit yang memberi PSG hadiah penalti di menit ke-98. Namun, bagaimana jika mereka bisa mencetak 1 gol tambahan atau mempertahankan skor hingga laga selesai? Atau bagaimana jika mereka bisa mengatur intensitas permainan dan rotasi pemain dengan baik sehingga tak terkena badai cedera di waktu yang krusial?
Newcastle United Harus Kecewa!
Memang, ada beberapa hal positif dari perjalanan Newcastle United di UCL musim ini. Meski terjebak di antara raksasa Eropa yang sudah rutin bertarung di panggung internasional, Newcastle mampu memberi perlawanan tangguh. Mereka tak menjadi lumbung gol di Grup F dan mampu mencetak 6 gol sepanjang fase grup.
Menahan imbang Milan di matchday pertama dan melibas PSG 4-1 di matchday kedua adalah buktinya. Secara keseluruhan, penampilan Newcastle tak mengecewakan.
Akan tetapi, faktanya, tersingkir dari UCL musim ini akan memberi Newcastle dampak negatif yang lebih banyak. Mengutip dari The Athletic, tersingkirknya Newcastle dari UCL musim ini dapat membuat mereka kehilangan setidaknya £15 juta dalam pendapatan. Hal tersebut dapat membatasi anggaran Eddie Howe pada bulan Januari, terutama mengingat sudah ada batasan financial fair play (FFP).
Tersingkir dari UCL memang akan membuat Newcastle terhindar dari jadwal padat di tengah pekan dan bisa mengalihkan fokusnya di Premier League. Fakta ini disambut positif oleh beberapa pihak. Namun, fakta ini harusnya juga membuat mereka malu!
Pertama, ini membuktikan kalau Newcastle United gagal mengatur jadwal mereka yang padat. Tersingkir dari UCL memang sudah diprediksi oleh banyak pihak. Namun, mereka meraih hasil negatif tersebut dengan luka yang begitu dalam.
Selain performa di liga yang inkonsisten, jadwal yang padat membuat banyak pemain Newcastle tumbang karena cedera. Di laga melawan Milan saja, ada 7 pemain yang absen karena masalah cedera yang berbeda-beda.
Kedua, tersingkirnya Newcastle dari UCL musim ini telah mencoreng pamor Premier League. Dalam 20 tahun terakhir, Premier League setidaknya mampu mengirim minimal 3 wakilnya ke babak 16 besar. Hanya di musim 2012 dan 2013 saja Premier League mengirim 2 wakilnya ke fase gugur.
Kini, capaian buruk tersebut terulang usai Newcastle menemani MU yang sudah lebih dulu angkat kaki. Tersingkirnya Newcastle dan MU juga mengancam koefisien Premier League di UCL.
Musim depan, UCL akan menerapkan format baru. Format baru tersebut membuat 2 liga dengan koefisien terbaik akan mendapat jatah 5 tiket ke UCL musim depan. Saat ini, Premier League memang masih memimpin. Namun, tersingkirnya Newcastle dan MU telah membuat mereka berisiko disalip La Liga dan Serie A.
La Liga yang berada di peringkat dua masih punya 6 wakil di fase gugur 3 kompetisi Eropa musim ini. Serie A yang berada di peringkat 3 masih punya 7 wakil dan Bundesliga yang berada di peringkat 4 masih punya 6 wakil.
Selain itu, Newcastle saat ini berada di luar zona Liga Champions. Konon, lebih mudah lolos ke babak 16 besar UCL ketimbang mendapat tiket UCL dari jalur Premier League. Jika nanti terbukti, Newcastle bakal menyesal telah menyia-nyiakan kesempatan bertanding di UCL musim ini.
Dari analisis yang sudah kami jabarkan, Newcastle United harusnya lebih kecewa ketimbang bangga. Lalu, apa saja yang harus Newcastle United perbaiki?
Pelajaran dari Perjalanan UCL Newcastle United
Pelajaran pertama dari perjalanan Newcastle United di UCL musim ini adalah kebutuhan akan skuad yang lebih besar dan dalam. Seperti kata Eddie Howe.
“Nilai dari skuat yang pertama dan terutama, itulah yang membuat kami terekspos, fakta bahwa kami tidak memiliki kemampuan untuk memanfaatkan skuat yang telah kami ciptakan. Kami menjalani laga-laga dengan kemampuan yang sangat terbatas dan itu tidak membantu kami.”
Newcastle boleh lebih kaya dari Milan dan Dortmund, tetapi secara skuad, Newcastle bisa dibilang “rookie” di Liga Champions musim ini. Kieran Trippier, Sandro Tonali, Fabian Schär, Joelinton, Sven Botman, Javier Manquillo, Bruno Guimarães, Harvey Barnes, Alexander Isak, dan dua kiper cadangan Loris Karius dan Martin Dúbravka adalah deretan pemain yang sebelumnya pernah tampil di Liga Champions. Sisanya, mayoritas pemain Newcastle musim ini adalah pendatang baru yang belum pernah merasakan atmosfer UCL.
Pelajaran kedua adalah mengatur jadwal dengan bijak, termasuk bagaimana saat bertanding di atas lapangan. Dengan makin padatnya jadwal, sebuah tim tak hanya harus sanggup mengatur rotasi pemain, tetapi juga menu latihan dan bermain cerdas di atas lapangan. Musim ini, Eddie Howe terlihat masih belajar untuk memahami hal tersebut.
Kesimpulannya, Newcastle United memang masih harus banyak belajar dan membiasakan diri dengan atmosfer kompetisi Eropa. Pesan ini juga berlaku untuk fans The Magpies, khususnya fans karbitan yang sempat menyombongkan diri. Mereka semua harus sadar bahwa sesuatu yang instan tak berlaku di panggung sesakral Liga Champions.
Referensi: Sporting News, The Athletic, Fotmob, FourFourTwo, The Athletic.